Text
Lima Sekawan : Dalam Lorong Pencoleng
Liburan kali ini Lima Sekawan akan melancong ke Tremannon Farm di Cornwall. Mereka membawa serta sepeda mereka dengan kereta api dari stasiun Kirrin. Setelah berkali-kali berganti kereta, akhirnya mereka tiba di Halte Polwilly, stasiun yang paling dekat dengan Tremannon Farm. Dari Halte Polwilly, mereka melanjutkan perjalanan dengan mengendarai sepeda. Halte ini sendiri sangatlah kecil, hanya berupa pangkalan kecil yang terbuat dari kayu, letaknya terpencil, dikelilingi padang rumput dan bukit-bukit rendah. Bahkan kemanapun mata memandang, tidak satupun tampak bangunan. Tapi mereka bisa melihat birunya lautan di kejauhan. Digambarkan dengan sangat indah pula. Wew..
Setelah 4 mil berkendara, mereka akhirnya tiba di Tremannon Farm dan disambut oleh Bu Penruthlan yang ramah, sang pemilik pertanian. Beliau sudah mempersiapkan hidangan yang lezat dan mengenyangkan bagi perut Julian dan adik-adiknya. Saat makan, muncul Pak Penruthlan yang gagah tinggi besar dan setiap ditanya Bu Penruthlan, beliau hanya menjawab ‘ah’ atau ‘kok’ dan rupanya Bu Penruthlan pun mengerti yang dimaksud si Bapak. Hhahaha.. Nah, dari Pak Penruthlan lah anak-anak tahu kalau akan ada pertunjukan sirkus yang datang ke desa itu. Namanya The Barneys. Biasanya kalau mereka datang, pertunjukan akan diadakan di lumbung pertanian Tremannon. Ah, anak-anak senang mendengarnya. Mereka bahkan udah nggak sabar buat nonton The Barneys.
Ada seorang bocah yang terus membuntuti Lima Sekawan sejak mereka jalan-jalan usai makan di hari pertama. Anak itu sangat kumal dan tampak bodoh. Namanya Yan. Bocah ini hanya tinggal bersama kakek buyutnya yang beda umur delapan puluh tahun dengannya. Alamak.. Walaupun kasian, tapi kehadiran bocah ini semakin membuat Dick, George dan Julian jengkel. Bahkan malam pertama mereka di pertanian, Julian terbangun karena Yan yang mengendap-endap di bawah jendela kamarnya. Ohoh..
Selama tiga hari pertama mereka berlibur, mereka hanya bermalas-malasan. Lalu mereka pergi ke pantai dimana banyak terdapat bebatuan, namun mereka memilih sebuah palung yang airnya tenang untuk berenang. Well, bukan suatu hal yang mengejutkan lagi kalau mereka memergoki Yan mengintip dari balik karang. Aduh, kasihan juga sebenarnya. Tapi karena suatu hal, kini anak-anak itu mulai mengajak bicara Yan, kecuali George tentu saja. George tidak suka kalau Timmy bercanda-canda dengan orang lain yang baru dikenalnya. Dasar George, lebih sering bermuka masam dia.
Sore hari berikutnya, Lima Sekawan mengunjungi kakek Yan. Si kakek tua ini banyak bercerita tentang masa para pencoleng beraksi di pantai Tremannon. Namun beliau tidak mau bercerita tentang Lorong Pencoleng yang digunakan para pencoleng dulu. Beliau bilang kalau letak Lorong Pencoleng adalah rahasia keluarganya, dan tidak ada orang lain yang tahu. Yups, kakek buyut Yan ini dulu termasuk dari keluarga pencoleng sih. Ckck.. Lima sekawan kecewa karena mereka sangat penasaran dengan Lorong Pencoleng. Tapi ada hal lain yang juga bikin penasaran, tentang lampu suar tersembunyi yang akhir-akhir sering dilihat si kakek menyala kembali. Padahal bangunan tua tempat suar palsu dulu dibuat itu sudah rusak dan hampir runtuh. Siapa gerangan yang menyalakannya? Apakah akan ada kapal yang terjebak lagi dengan suar palsu ini?
Karena menurut cerita kakek Yan suar palsu akan menyala saat badai, maka malam itu Lima Sekawan memutuskan akan menyelidikinya. Malam hari, Julian dan Dick beneran pergi ke bangunan tua itu untuk melihat siapa yang menyalakannya. Waktu dalam perjalanan, Dick melihat seseorang yang berjalan di depan mereka. Berdua, mereka mendekat dengan mengendap-endap. Saat akan meloncat pagar, seseorang mencengkeram pundak Dick dan berusaha menangkap Julian. Untung kedua anak ini berhasil mengelak dan bersembunyi. Rupanya orang itu adalah Pak Penruthlan!
Esok harinya Julian dan Dick menceritakannya pada George dan Anne. Lalu datang Yan yang mengabari kalau semalam ia dan kakeknya melihat suar itu lagi. Hadoo.. Tentu saja anak-anak ini ingin mendatangi bangunan suar palsu itu lagi. Malam harinya Julian dan Dick akhirnya melihat suar palsu itu berkat bantuan Yan. Sekembalinya ke peternakan mereka menemukan seseorang sedang memeriksa isi barang bawaan The Barneys yang sekarang sudah tiba disana dan tidur di gudang-gudang peternakan. Dan ternyata, lagi-lagi orang itu adalah Pak Penruthlan! Wow. Segera setalah kedua anak ini kembali ke dalam rumah mereka membangunkan George dan Anne dan menceritakan pengalaman mereka.
Keesokan harinya anak-anak ini hampir lupa dengan kejadian semalam karena mereka terlalu sibuk membantu Bu Penruthlan mempersiapkan hidangan super banyak untuk mereka dan para artis pertunjukan. Ohoh. Pesta besar.. Mereka juga membantu para artis mempersiapkan properti pertunjukkan. Tentu saja malamnya pun pertunjukan The Barneys berjalan sukses. Para penonton bersenang-senang, termasuk Lima Sekawan.
Barulah hari berikutnya Lima Sekawan melakukan perjalanan ke arah menara suar palsu. Menara Pencoleng ini berupa sebuah rumah yang memiliki menara yang masih cukup untuh, walaupun rumahnya sendiri sudah sangat rusak. Di pintu depan rumah mereka menemukan tumpahan minyak tanah di tiap-tiap anak tangga menuju ke atas menara. Dengan hati-hati anak-anak ini menyusuri tangga naik ke atas dan menemukan bahwa bahwa bangunan ini benar-benar spot yang ideal untuk mengamati kapal-kapal yang melintas. Lima Sekawan pun berspekulasi panjang lebar mengenai bagaimana cara kerja Para Pencoleng dulu, dan sekarang.
Saat menjelajahi bangunan inilah mereka menemukan sebuah lorong di dalam perapian. Tentu saja mereka kemudian masuk dan menjelajahi lebih jauh. Mereka menemukan bahwa lorong ini mengarah ke berbagai tempat. Namun ternyata ada seseorang disitu dan Lima Sekawan terkurung di dalam salah satu gua. Wahwah.. Ini nii, petualangan Lima Sekawan jadi semakin seru deh. Belum lagi ternyata malam itulah saatnya para pencoleng beraksi.
D20220071 | 823 BLY d C1 | RAK 2 - FIKSI TERJEMAHAN (Kampus II Politeknik Penerbangan Makassar) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain